Outbound Games Preview by SeriouzFun

Perusahaan Anda ingin:

  • mengadakan rekreasi yang seru dan berkesan untuk karyawan
  • mempererat kerja sama (team-work) antar karyawan
  • mengetahui siapa talent yang memiliki leadership yang kuat,
  • mengetahui siapa talent yang memiliki otak yang smart dan creative
  • mengetahui siapa saja yang hobinya blaming, excuse, dan segudang alasan lainnya

Ayo segera hubungi kami di: 0812-8415-9855 atau operation@ptnas.id – pastikan perusahaan Anda menjadi lebih berdaya tahan menghadapi Tahun 2020 – Era Society 5.0.

Apakah training itu penting ?

Jawabannya “SUPER PENTING”

​Tujuan dari training adalah kalibrasi. Memastikan begitu masuk menjadi anggota tim, new employee langsung tuned.
Nyambung dengan anggota tim yang lain.
Nyambung secara budaya kerja, nyambung secara skill.

Menambah tim belum tentu meningkatkan output, kalau tidak ada sinergi.
Talent bagus sekalipun kalau tidak bisa kompak dengan tim dan menyesuaikan dengan budaya kerja di bisnis kita malah menimbulkan konflik baru. Banyak pemilik dan top management perusahaan frustasi karena hal ini.

“Ditambah orang, kok performa malah turun !?” demikian yang banyak didengungkan.
Sinergi adalah ketika 1+1 =  LEBIH DARI 2.
Ini yang kita cari..

Kenyataannya, kalau tidak terkalibrasi dengan baik, 1+1 = kurang dari dua. Malahan jadi tidak efektif.
Lalu harus gimana, harus nambah orang atau tidak? Kalau mau Scale-Up, jawabannya adalah harus.

Dari hasil riset mengenai perekrutan karyawan, diperoleh formula bagaimana training yang powerfull bagi bisnis yang sedang ingin melakukan Scale-Up.

Kita perlu memberikan 2 macam Training sekaligus kepada karyawan baru:

Pertama, Attitude Training
Ini penting banget, karena setiap orang datang dengan pikiran, karakter, belief system yang berbeda-beda. dan ketika dia masuk ke tim kita, dia perlu menyamakan presepsi atau setidaknya kita membuat dia mampu beradaptasi dan mengeluarkan semua potensi yang dia miliki.
Dalam training ini metode-metode yang menarik, fun, tapi tetap powerfull adalah pilihan utama. Materi trainingnya mulai dari company culture, company values, etika dan peraturan perusahaan, dll.  sesuai posisi tim baru tersebut.

Kedua, Knowledge and Skill Training
Training ini berhubungan dengan skill dan pengetahuan day-to-day yang harus dikerjakan, misalnya: dengan siapa saja dia akan banyak berinteraksi, apa saja KPI / target yang diharapkan perusahaan, produk atau solusi apa yang harus dipelajari, alur kerjanya seperti apa,  dan lain sebagainya.
Ini perlu kita sampaikan agar di hari-hari pertama dia bekerja, tidak lagi canggung dan bingung mau ngapain, melainkan dapat langsung bekerja secara efektif.

Bingung untuk merancang training atau harus mulai dari mana? Jangan ragu untuk hubungi NAS Consulting di: 0812-8415-9855 atau email di: operation@ptnas.id. Kita akan berikan konsultasi gratis mengenai hal tersebut.

Tidak Ada Produk Yang Tidak Bisa Dijual ?

“Tidak ada produk yang tidak bisa dijual, hanya cara menjual nya saja yang salah”
Anda percaya sama kalimat itu?
Saya ENGGAK. Pernyataan tadi BULLSHIT dan delusional, menurut saya.
Bukannya saya menakut-nakuti atau membunuh semangat Anda yang sedang berkobar pengen “action-action-action.” Bukan nya saya mau Anda menunda-nunda untuk langsung ngebut bikin bisnis. Semangat boleh, tapi jangan gitu-gitu amat lah.

Saya sedang mengajak Anda semua untuk rasional. Bahaya lho, over-optimistic di awal. Terlalu optimis di awal, bisa membuat Anda cepat putus asa dan akhirnya MENYERAH di bulan-bulan pertama.
Faktanya, 90% orang yang saya kenal dan terlalu optimistis, dimana pikiran positifnya ini delusional tidak berdasarkan data, akan menggebu-gebu di awal buka bisnis, terus ujung-ujungnya setelah action 2 bulan dan target belum tercapai, akhirnya malah frustasi dan bilang “Saya mau ganti produk aja ah.” Waduduh, ngulang dari awal lagi dong kita..
Mungkin sebagian juga pernah mengalami yang saya alami. Kami pernah berbulan-bulan berusaha menjual sebuah produk, dan tidak laku. Kami pun pernah menjual produk yang cepat sekali laku nya, padahal baru di jual sebentar. Bahkan pernah dalam 24 jam pertama langsung laku ratusan unit produk dan tembus penjualan di atas Rp 1 Miliar.

Yang terakhir itu jarang sekali terjadi. Rejeki-rejekian. Mayoritas 99% produk, butuh 6 bulan – 1,5 tahun proses optimasi (action-evaluasi-perbaikan) sampai akhirnya ketemu formulanya, tembus keluar dari zona UMKM. Yang kayak-kayak gini malah biasanya tahan lama. Kokoh kuat pondasinya.
Jadi, suka ataupun tidak suka, potensi pasar setiap produk memang tidak sama. Kalau dapat produk yang paaas banget, Anda beruntung. Kalau dapat yang laku tapi belum laku-laku banget, tidak apa-apa. Kita poles terus. Nanti ketemu.
Alokasikan waktu yang cukup untuk pemilihan produk. Saya sarankan, Anda sedia 8-12 jam untuk riset mendalam tentang penentuan produk sebelum mengambil keputusan. Dan 8-12 jam untuk melakukan validasi (pengkajian ulang supaya makin yakin).

Kalau masih bingung juga, boleh lho menghubungi NAS Research di: 0812-8415-9855 atau email: operation@ptnas.id untuk diskusi mengenai riset dan bagaimana mengevaluasi kebutuhan pasar.

*) artikel dikutip dari Santara Marketplace

Empat masalah yang sering dialami ketika hendak berbisnis

1. Gak punya ide sama sekali

Kalau gak punya ide sama sekali, ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan.
Pertama, mulai dari apa yang bisa kita lakukan. Buat daftar kemampuan yang menonjol dan kira-kira bisa dijual. Setiap orang punya bakat sendiri-sendiri.
Misal: pintar masak, pintar mengajar, pintar membuat sesuatu, punya hoby tertentu, atau sejenisnya.
Nah itu yang dijadikan bisnis.
Bisnis pertama kan? Jadi gak usah terlalu muluk-muluk.
Kuncinya adalah memulai. Kalau pun gagal, biasanya kegagalan itu akan membuka pintu rezeki berikutnya.
Karena sebenarnya, dalam bisnis tidak ada kegagalan. Yang ada hanya berhasil atau belajar.. 🙂

Selain pendekatan tersebut, kita bisa gunakan pendekatan kedua, yaitu: mulai amati sekitar, cari masalah yang dialami banyak orang, lalu ciptakan solusinya. Inilah dasar bisnis.
Bisnis sebenarnya hadir untuk menyelesaikan masalah orang lain dengan profesional.

Ilustrasinya begini,

  • Ada orang lapar, lalu muncul bisnis toko yang menyediakan bahan makanan.
  • Tokonya sudah ada, tapi malas masak, lalu muncul bisnis tempat makan.
  • Sudah banyak orang yang jual makanan, orang mencari makanan yang enak, lalu muncul bisnis seperti itu.
  • Setelah banyak tempat makan yang enak, orang mencari tempat makan yang nyaman, lalu muncul bisnis seperti itu.
  • Setelah banyak tempat makan yang nyaman, orang mencari tempat makan yang unik, lalu muncul bisnis seperti itu. Dan begitu seterusnya.

Masalah orang akan selalu ada, dan ketika Anda menyediakan solusinya, itu akan jadi peluang bisnis.

Kemudian, masih ada pendekatan ketiga, yaitu dengan cara: googling, riset, jalan-jalan cari ide, dan bertanya.
Ada banyak sekali ide bisnis, jadi jangan bingung mau bisnis apa?

Kalau ternyata mentok juga, pakai pendekatan keempat, yaitu: jadi reseller atau affiliate aja dulu, alias jualkan produk orang lain. Ini sah-sah saja koq. Menariknya, dengan jadi reseller atau affiliate, ini bisa jadi peluang belajar sebelum punya produk sendiri.
Kapan lagi? belajar sambil menghasilkan, hehe.

2. Punya ide tapi bingung apa yang harus dilakukan pertama kali

Yang ini jauh lebih mudah dari masalah pertama.
Kalau sudah ada idenya, maka yang perlu dilakukan adalah proaktif.
Bayangkan saja bisnis kamu sudah berjalan. Persiapkan semua kebutuhannya.
Jika saat mencoba kemudian mentok di tengah jalan, maka berpikirlah untuk mencari jalan keluar.
Mulai putar otak. Sebagai pengusaha kita memang dituntut untuk proaktif, jangan sekedar menunggu.

3. Bingung kebanyakan ide

Nah, ini lebih aneh lagi. Kalau kebanyakan ide, kenapa gak di buka bisnisnya?
Kalau kebanyakan ide, pilihlah salah satu yang bisa dibuka paling cepat.
Walaupun yang bisa dibuka paling cepat bukan pilihan yang terbaik, tapi memang begitu alurnya.
Otak pengusaha itu butuh latihan.
Jadi, setelah melakukan analisa dan perhitungan yang wajar, segera buka bisnisnya.
Cepat dibuka… cepat juga merasakan hasilnya… Proaktif.

4. Sudah punya produk, tapi gak tau harus ngapain

Punya produk, tapi gak tau selanjutnya harus ngapain?
Selanjutnya yaaa… belajar jualan.
Berbisnis itu untuk mendatangka uang, dan uang itu datangnya dari aktivitas jualan.

Demikian cara-cara memulai bisnis yang efektif.
Masih bingung… masih galau juga…??
Hubungi NAS Consulting & Research saja deh, nanti kami pandu step-by-step nya.
Salam.

Dependent, Kebergantungan dengan tempat kerja

Selama kita bekerja dengan orang lain, selama kita bekerja membangun kerajaan orang lain status kita adalah “dependent”.

Bergantung dengan sesuatu.

Misalnya kita adalah pegawai bank, bagian pemasaran deposito. Ketika terjadi perubahan arah dalam perusahaan kita bekerja, dari retail banking menjadi digital banking misalnya. Mendadak anda bisa “un-employ” alias menganggur, karena banyak tenaga mansuia di gantikan teknologi.

Disebut “dependent” karena kita bergantung dengan perusahaan kita bekerja. Bergantung kepada keputusan top manajemen mengenai strategi. Apabila strategi tepat perusahaan bertumbuh, strategi gagal perusahaan bangkrut.

Saat ini di Indonesia kaum pekerja ini lebih dari 40 juta orang. Mulai dari “blue collar worker” atau buruh kerja secara fisik, hingga “white collar worker” atau para pekerja professional di kantoran yang lebih mengutamakan ketrampilan, jaringan bisnis, ilmu pengetahuan, dan pikiran berstrategi.

Sekali lagi, hampir semua termasuk kategori “dependent”, kebergantungan. Saya katakan hampir semua karena masih ada lagi yang membedakan diantara mereka, yaitu mereka yang punya “proven track record” akan mudah mendapatkan pekerjaan baru dikala perusahaan lama mengalami tutup, bangkrut, atau mengubah arah perusahaan. Mereka dengan cepat bisa mendapatkan “income“ lagi, walaupun masih ada bergantungnya, nganggur nya nggak akan lama.

Di sisi bawah, yang un-skill dan un-educated ditambah lagi mereka dependent maka kelompok ini sangat sulit untuk survive jangka panjang. Kompetisi mereka banyak. Lapangan kerja terbatas sekali di level ini.

Jadi, sekarang bagaimana kunci sukses-nya? Jika seseorang berada di strata terbawah, maka lakukan hal berpindah strata, jadi skilleducated, dan “independent”. Syarat yang harus di ingat: keberpindahan strata ini dari bawah ke atas, jangan bergantung pada siapapun.
Jangan bergantung pada seseorang, jangan tergantung pada pemerintah, jangan bergantung pada atasan, apalagi bank, dan jangan bergantung pada orangtua.

Dia harus sanggup hanya bergantung pada dirinya sendiri, dan pada Tuhannya Yang Maha Kuasa.

Cara mengelola bisnis startup supaya survive dan sukses

Melanjutkan trending post kemarin soal iklan Samsung Galaxy S10 yang dibintangi Dian Sastro mengenai tidak mudahnya membangun sebuah usaha.

Di bawah ini ada video berdurasi 30 menit, jadi ambil waktu khusus untuk nonton yah, supaya Anda dapat terinspirasi bagaimana sih membangun dan mengelola sebuah bisnis startup.
Narasumber video ini adalah Djoko Kurniawan, salah satu senior partner yang banyak memberi masukan juga untuk NAS Consulting & Research Indonesia, dipandu oleh host, Prof. Samuel Tirtamihardja.

Selamat menonton dan berikan komentar Anda di bawah ini. Salam.

Impact 5.0 – Era baru dalam berbisnis dimana Anda memiliki rain maker

Apakah bisnis atau pekerjaan Anda mirip seperti sepeda – dengan Anda berpeluh mengayuh sepedanya – atau seperti mobil bertenaga surya yang dapat menghidupi dirinya, menyetir sendiri dan membawa Anda ke tempat yang Anda inginkan dengan lebih sederhana dan lebih cepat?
Jika lebih mirip yang pertama daripada yang kedua, sekarang saatnya untuk melakukan perubahan.
Di jantung setiap bisnis pada Era Entrepreneur 5.0 terdapat suatu system yang bekerja layaknya mesin penghasil uang yang bertumbuh dan berkembang secara otomatis.
Anggap saja seperti siklus air di alam. Awan terbentuk, kemudian menjadi hujan, dan mengalir ke sungai dengan sendirinya tanpa perlu bantuan manusia.

  • Semua bisnis paling sukses dalam di Era Industrial 3.0, memiliki “sales funnel” yang membutuhkan anggaran iklan yang besar dan tim yang bekerja keras demi sebuah penjualan. Proses ini tidak lagi bekerja dengan baik karena terlalu bergantung kepada pelanggan yang harus memberikan waktu dan perhatiannya, dimana saat ini mereka tidak sempat lagi melakukannya.

 

  • Kemudian, dalam model Era Information 4.0, semua bisnis paling sukses memiliki “online funnel” yang mengandalkan proses otomatis untuk menarik khalayak, yang kemudian mengubahnya menjadi pengikut (followers) dan prospek, sampai pada akhirnya menjadi pelanggan. Tetapi proses otomatis ini juga tidak lagi bekerja dengan baik karena membutuhkan jumlah pengikut yang sangat banyak dan berbiaya besar.

 

  • Sekarang ini, dalam model Era Impact 5.0, semua bisnis paling sukses telah menjadi pencipta peluang “rain maker” yang memiliki system seperti layaknya mesin penghasil uang yang dapat berkembang dan melakukan perbaikan secara otomatis, menggunakan Artifical Intelligence  dan Big Data, untuk menciptakan sebuah siklus yang berkelanjutan alih-alih menggunakan konsep “funnel” yang memiliki ujung awal dan akhir.

Sekarang, silakan direnungkan, di Era manakah bisnis Anda berada saat ini? Dan apakah Anda sudah memiliki rencana untuk melakukan perbaikan untuk bisa survive di masa depan? Tuliskan di komentar yah. Salam.

Kerja gini-gini aja, gak ada progress… Saya pingin jadi pengusaha!

Bagi kalian yang liburan Hari Raya Idul Fitri 1440 H ini sedang galau to the max…
Pertama, gaji ga naik
Kedua, bonus seciprit
Ketiga, pekerjaan tidak berkembang, tidak ada promosi, pindah posisi, dll.
Satu-satunya yang bikin hepi, hanya dapat THR yang habis juga gitu sampai kampung halaman.

Kemudian, di tengah sawah yang menghampar hijau, kemudian kalian berkhayal…
Betapa asyik dan nikmatnya jadi pengusaha.
Namun apakah betul menjadi pengusaha itu keren seperti yang banyak diceritakan?
Simak dulu video berikut ini, dan berikan komentar kalian.

Selamat Idul Fitri… Mohon Maaf Lahir dan Batin.. 

Mengapa Bisnis Saya Jalan di Tempat?

Pernahkah Anda mengalami kondisi, “Kok bisnis saya gitu-gitu aja ya?”
Sudah lama jalanin bisnis, kok gak ada peningkatan ya?
Gimana ya Caranya tembus puluhan juta atau ratusan juta sebulan?
Capek? Bingung? Sedih?

Jika Anda pernah mengalaminya, ada baiknya Anda baca pesan ini sampai habis.
Insya Allah akan ketemu jawabannya.

Setidaknya ada 5 Alasan kenapa Bisnis “JALAN DI TEMPAT.”

1. Tidak pernah kepikiran mau besarkan bisnis
Mikirin aja gak pernah, gimana mau membesarkannya?
Dalam bisnis, apa yang tidak pernah di bayangkan, tidak akan jadi kenyataan.

2. Tidak tekun
Baru sebulan, ngeluh.. Baru setahun, ganti bisnis..
Padahal mungkin saja, ditambah usaha sedikit lagi saja pasti akan berhasil.
Harusnya suka duka komitmen dijalani, karena sukses dan gagal adalah satu paket.
Setelah gagal, pasti ada hikmah yang dapat dipetik untuk memperbaiki keadaan.

3. Salah gaul
Alias berkumpul dengan orang-orang yang tidak membangun bisnis.
Sebenarnya boleh berkumpul dengan siapa saja, tapi jangan setiap waktu,
Karena teman berkumpul kita akan mempengaruhi pencapaian kita.
Ini pentingnya berteman dengan orang yang satu frekuensi. untuk menambah semangat.

4. Tidak mengerti cara atau ilmunya
Gak tau cara inilah.. Gak tau cara itulah..
Malas belajar..
Bisnis itu menggunakan logika,
Kita harus tau cara dan ilmunya, supaya tumbuhnya cepat.

5. Tidak punya mentor
Tidak memiliki pembimbing, sehingga tidak memiliki tempat bertanya.
Kalau salah, tidak ada yang memberi tahu.
Kalau mentok, tidak ada yang mengarahkan jalan keluar.

Setelah membaca hal diatas, sadarkah Anda..

Sukses itu yang menentukan hanya 2, yaitu:
Satu, Allah SWT,
Kedua, pengusahanya itu sendiri.

Kamu gak mau kan, gitu-gitu terus?
Solusinya adalah,
Jika ingin bisnis bertumbuh, caranya adalah harus meningkatkan kapasitas diri.

Perbaiki 5 hal di atas, Insya Allah bisnisnya akan ada peningkatan.

Salam…☺

Venture Capital vs Venture Builder

Artikel kali ini akan menjelaskan mengenai perbedaan antara Venture Capital dan Venture Builder, serta seberapa siap kita menghadapi tantangan tahun 2020.

Sebelum kebagian penjelasan, silakan disimak dulu cerita berikut ini:
Ada seorang pebisnis startup bernama Andrew, usahanya menjual paket pelatihan teknis untuk segmen pertambangan dan oil & gas dengan mendatangkan pembicara ahli dari USA dan Eropa. Usaha ini bermula pada tahun 2013 dimana pada tahun pertamanya, langsung berhasil meraih omset sebesar Satu Milyar Rupiah. Merasa yakin usaha ini dapat terus berkembang, Andrew memindahkan tempat usaha yang tadinya hanya sewa apartment menjadi sewa kantor di pusat kota. Sayangnya tahun 2014 terjadi resesi global, namun alih-alih melakukan efisiensi, Andrew berkeyakinan bahwa usahanya tidak akan banyak terdampak, dia terus menggenjot promosi bahkan ke mancanegara, dan juga menambah modal karena kas perusahaan semakin menipis. Dalam keadaan genting, dia mengajak adiknya, Samuel, lulusan MBA dari Singapura untuk ikut serta mendongkrak kinerja perusahaan. Namun karena Samuel pun tidak mengerti model bisnisnya, dia tidak dapat berbuat banyak, sehingga usaha ini kemudian kandas di tahun 2016. 

Walaupun saat ini Anda tidak sedang berinvestasi atau memulai sebuah startup, secara tidak sadar bisa saja Anda mengikuti model Venture Capital ketimbang Venture Builder dalam menjalankan bisnis yang sedang Anda tekuni sekarang ini.
Sebagai pemilik, Anda terus-menerus menyuntikan waktu, tenaga, dan modal Anda kedalam bisnis, inilah yang disebut sebagai model Venture Capital.

Model Venture Capital merupakan bagian dari konsep Society 4.0 – the Information Society, dimana konsep ini memperkenalkan adanya tiga karakter dalam setiap bisnis:

  • The Founder, orang yang memulai bisnis dari sebuah ide yang briliant
  • The Funder, orang yang menginvestasikan uangnya supaya bisnis berkembang
  • The Farmer, orang yang bekerja untuk membuat bisnis berkembang

Sekarang ini, Anda bisa saja merangkap ketiganya sekaligus. Namun pada titik tertentu Anda harus memilih, bagian mana yang hendak Anda percayakan kepada orang lain. Dalam model bisnis Venture Capital, The Funder selalu bergantung kepada The Founder yang merangkap sebagai The Farmer. Itulah sebabnya, perusahaan-perusahaan investasi (Venture Capital) yang banyak menjamur belakangan ini, hanya menargetkan satu dari sepuluh investasi mereka yang akan sukses besar.

Namun waktu berubah, dalam konsep Society 5.0 – the Impact Society, kita belajar bagaimana caranya untuk membangun sebuah bisnis yang sehat. Model bisnis Venture Builder tidak lagi bergantung kepada The Founder untuk menjadi The Farmer.

Perusahaan seperti Google, Amazon, dan Apple membeli banyak perusahaan dan membantu para pendirinya untuk memperbesar skala usahanya. Dalam model Venture Builder, The Funder juga memiliki keahlian untuk menjadi The Farmer. Hasilnya, tingkat kesuksesan meningkat sangat pesat.
Penyebab bisnis gagal bukanlah karena mereka tidak dapat menjadi The Founder atau The Funder yang baik, melainkan karena mereka gagal menjadi The Farmer.

Dengan konsep baru ini, Anda tidak perlu bersusah payah lagi menjadi The Funder dengan menghabiskan seluruh tabungan untuk memperbesar skala usaha. Anda bisa bergabung dalam sebuah komunitas, asosiasi, atau perkumpulan para pengusaha yang memiliki mentor yang dapat membantu Anda untuk bisa naik kelas.

Belajarlah supaya tidak bernasib sama seperti Andrew dan Samuel yang meyakini hal yang salah dengan melakukan trial and error tanpa memiliki keahlian yang mumpuni.
Apakah Anda tahu, apa hal yang paling menyedihkan dari kejatuhan yang di derita Andrew? Setelah dia kehilangan segalanya, dia masih berkata “aku masih tidak mengerti apa yang salah dari bisnisku!?”

Mengutip apa yang dikatakan oleh Benjamin Franklin, “Satu hal yang lebih mahal daripada sebuah pelajaran adalah ketidakpedulian akan apa yang telah terjadi.”